Jumat, 06 November 2015

Tri Martani Protes Kebun Plasma ke GM (Arsip Berita 10/6/2014)

KESAL HASIL PERBULAN CUMA 50 RIBU, PEMILIK KEBUN PLASMA SAWIT PROTES KE GM

Sungai Loban – Berawal dari hasil kebun yang diterima petani selama ini dirasa sangat rendah berkisar Rp 50.000 sampai  Rp 80.000 perbulan perhektar, kelompok tani plasma kebun sawit Desa Tri Martani yang diketuai Wayan Subur memohon kepada pihak Kecamatan dan Polsek Sungai Loban untuk dapat memediasi pihaknya dengan pihak perusahaan pengelola kebun sehingga dalam musyawarah diperoleh titik jelas permasalahan dan pemecahan masalahnya. Menurutnya, musyawarah kali ini adalah yang kesekian kalinya. Sebelumnya pertemuan antar kedua belah pihak dilaksanakan tanpa mediasi, hasilnya pun masih belum ada perubahan.

Dihadiri langsung oleh Calim Sukmantoro, General Manajer (GM) KKPA Minamas Plantation beserta krunya, musyawarah hari ini Selasa (10/6/2014) difasilitasi dan dimediasi langsung oleh Camat beserta Kapolsek Sungai Loban. Hadir Kepala Desa Tri Martani I Wayan Darsana bersama Sekdes Iwan beserta para kelompok tani plasma dan tokoh masyarakat desa setempat.

Menurut Kursani, S.Sos pada pembukaan acara, camat hanya berupaya untuk memfasilitasi dan memediasi ketidak singkronan dengan jalan musyawarah antara kedua belah pihak sehingga ditemukan jalan keluar terbaik dan kesepakatan bersama. “Jangan sampai kita terpengaruh oleh pihak luar sehingga terpicu hal-hal yang tidak kita inginkan, saya pikir permasalahn ini timbul karena kurangnya transparansi” demikian ucapnya.

Menanggapi protes para petani plasma di Desa Tri Martani, Calim Sukmantoro menyampikan permohonan maaf. General Manajer KKPA ini menjelaskan pengelolaan perusahaannya memang tidak sempurna, “Disana sini kami masih ada kekurangan tetapi kami tetap berusaha bekerja keras untuk memperoleh yang terbaik.  Saat ini dimana-mana terjadi penurunan produksi walaupun tidak drastis” jelasnya. “Khusus Desa Tri Martani, memang kondisi lahannya banyak tergenang air, pohonnya banyak yang kuning, ini adalah faktor alam sehingga produksi rendah kita analogikan seperti mengalami kemunduran 1 Tahun”, sambungnya.

Kapolsek Sungai Loban IPTU Aris Munandar pada kesempatan tersebut menjelaskan kronologis laporan warga hingga sampai ke pihaknya, “Apabila ada permasalahan sebaiknya dimusyawarahkan, mudah mudahan menemukan penyelesaian. Kami mohon kepada pihak mengelola kebun dapat menjelaskan MoU (Memorandum of Understanding – red) perjanjian kerjasama awal anatara petani, perusahaan dan bank karena ini kaitannya dengan Undang-undang Perdata berkenaan Perikatan sehingga jelas kami tahu isinya. Mudah-mudahan dengan adanya transparansi ini akan segera memperoleh solusi titik temu penyelesaian masalah sehingga tidak berlarut-larut, jangan sampai ada lagi kejadian seperti di Desa Al-Kautsar Satui”, tegasnya.

Sayangnya dari pihak perusahan tidak membawa Dokumen MoU yang diminta Kapolsek. General Manajer KKPA hanya menjelaskan bahwa dalam kerjasama ini terdapat pihak Bank sebagai penyedia modal atau pemberi kredit, pihak perusahaan sebagai penjamin dan pengelola kebun, dan pihak KUD sebagai penyedia lahan. Dalam MoU pun dijelaskannya bahwa kerjasama tidak langsung dengan petani tetapi melalui KUD yang mendapat mandat dari petani, “Kita juga ada LPKP (Laporan Pengelolaan Kebun Plasma – red)” tambahnya.

Dari pantauan penulis, musyawarah berjalan cukup tenang, masing-masing mengemukakan argumennya. Pada akhirnya kelompok tani bisa menerima penjelasan yang disampikan oleh pihak pengelola kebun dengan beberapa persyaratan seperti transparansi dalam hal pengelolaan kebun, perlakuan dan perawatan kebun.
“Mohon pimpinan perusahaan check ke lapangan, banyak pekerjaan yang dikerjakan asal-asalan, pemupukan tidak merata hanya bagian luar saja, pembersihan juga demikian, saya menyaksikan langsung karena kebun karet saya bersebelahan dengan kebun sawit, hari-hari saya nyadap jadi saya lihat” jelas H. Endro mantan Kepala Desa Tri Martani.
“Pengangkutan buah juga tidak maksimal, kadang-kadang ada buah yang tidak dipanen, tidak terangkut. Ini terjadi di bagian luar dekat jalan desa, bagaimana dengan nasib kebun yang jauh di dalam sana?” lanjutnya.

Terakhir, Sekdes Tri Martani Iwan bersama Kades I Wayan Darsana berharap ke perusahaan juga ada kontribusi pembangunan maupun pembinaan ke desa sebagai bentuk tanggungjawab dan kewajiban perusahaan seperti CSR (Corporate Social Responsibility)

Berkaca dari permasalahan yang terjadi di Desa Tri Martani, tak ubahnya terjadi juga di Desa Kerta Buwana, bedanya adalah petani plasma di Desa Kerta Buwana masih belum bertindak seperti yang dilakukan oleh para petani plasma di Desa Tri Martani.

Hal menarik penulis tangkap dari penyampaian Camat Kursani S.Sos, beliau menceritakan di halaman kantor camat ada tumbuh kurang lebih 10 pohon sawit sudah berbuah, tiap bulan didatangi pemanen kadang-kadang mendapat hasil 50 ribu sampai 100 ribu rupiah.
Cerita Camat Kursani ini sebagai pembanding saja bagaimana kebun plasma sawit 1 hektar isinya lebih dari 100 pohon hasilnya minim. Mudah-mudahan ke depannya petani plasma tidak serta merta gigit jari sampai putus asa dengan menjual kebunnya.

(Penulis : I Wayan Sukadana, S.Hut – admin situs kec sl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar